:::::: tawadhu :::::

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Seorang petugas kebersihan yg bekerja di Thaba Foundation (Lembaga dakwah milik guru kami Habib Ali al Jufri di Dubai) terheran-heran, masalahnya setiap pagi ia melihat toilet-toilet yg ada di kantor Thaba selalu bersih tanpa diketahui siapa yg membersihkannya,
 ia berfikir: ''Siapa sih yg repot-repot membersihkan toilet sebanyak ini, perasaan belum saya bersihkan?''

Hingga akhirnya disuatu malam, ia pulang lebih lambat dari biasanya, ia berkeliling di kantor Thaba, sudah tidak ada orang lagi di kantor itu. Tiba-tiba ia mendengar suara dari arah toliet, ia mendekat, ia melihat ada seseorang yg sedang membersihkan lantai tolilet, dan betapa kagetnya ia setelah ia mengetahui bahwa yg membersihkan toilet itu adalah Bos Thaba Foundation: ''haah.. Habib Ali al Jufri..?''

Satu pertanyaan: ''apa sih yg membuat Habib Ali capek-capek membersihkan toilet kantornya sendiri? Bukankah masih ada hal lain yg lebih bermanfaat?''

Jawabannya mungkin adalah hal yg pernah dilakukan oleh salah satu gurunya, Syaikh Mutawalli As Sya'rowi (ulama besar mesir di zamannya) saat itu supir beliau tak sengaja melihat beliau membersihkan toilet-toilet masjid, si supir bertanya: ''Syaikh ngapain engkau membersihkan toilet-toilet masjid..?''

Beliau menjawab: ''tadi ketika aku melihat orang-orang menangis karena mendengar ceramahku, aku merasa ada sifat sombong dan ujub(jumawa) di hatiku, sekarang aku ingin menghinakan diriku agar aku tak lupa siapa diriku yg hina ini)''

Benar kata Imam Ghazali: ''Semakin tinggi ilmu seseorang, semakin dekat ia kepada Allah, maka akan semakin besar pula sifat tawadhu' dan rendah dirinya, mereka para awliya' adalah contoh dari orang-orang yg benar-benar ''merendah'' karena Allah. Mereka adalah orang-orang selalu mementingkan kebersihan hati, tak ada iri, tak ada benci, dan tak ada dengki.''

مساكم الله بألف خير يا أهل الخير

Jadi teringat ancaman Allah, tidak akan masuk surga seorang yang memiliki kesombongan meski hanya seberat dzarah (biji sawi).

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊
JAKARTA (kompasislam.com) – Banyak pihak yang tidak mengetahui ajaran Lembaga Dakwah Islamiyyah Indonesia (LDII) yang sangat menyesatkan. Berikut ini sejumlah bukti kesesatan LDII, fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat sama atau mempunyai ajaran yang serupa.
LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nur Hasan Ubaidah Lubis adalah: “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat ijazah dari guru, maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah di ijazahkan kepadanya itu”. (Drs. Imran AM. Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal.24).
Kemudian, di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul menurut LDII hanyalah Nur Hasan Ubaidah Lubis. Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan ijazah kepada para sahabat.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا .
Artinya: “Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar”. (Syafi’i dan Baihaqi)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaimana atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, TV dan lain-lainnya.
Maka ajaran manqulnya Nur Hasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat dengan apa yang digariskan Amirnya (Nur Hasan). Padahal Allah SWT menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Allah SWT berfirman,
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ. الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Dan orang-orang yang menjauhi Thoghut (yaitu), tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (QS. Az-Zumar 39 : 17 – 18)
Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir.
Maka orang yang menetapkan harus/wajib manqul dari Nur Hasan atau Amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal (Lihat Buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260). Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
  1. Menganggap Kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
  2. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk).
  3. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, sehingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, hal itu adalah dusta alias bohong. SELESAI… [Khalid/eramuslim]
- See more at: http://www.kompasislam.com/2014/05/08/wajib-baca-inilah-bukti-bukti-kesesatan-ldii-2/#sthash.iIuZQB10.dpuf

Komentar

Postingan Populer