Risalah Untuk Pecinta Ahlul Bait

Ditulis oleh Tim Peniliti dan Kajian Dar Al Muntaqa

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi yang diutus oleh Allah kepada seluruh manusia, pemimpin dan suri taudan kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, kepada keluarganya yang baik dan suci, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa menempuh sunnahnya hingga hari kiamat.
Risalah untuk pecinta Ahlu Bait

Risalah ini kami haturkan kepada para pembaca yang berfikir cerdas dan positif yang selalu mengedepankan akal sehatnya di atas hawa nafsu, mementingkan kebenaran di atas sikap fanatic, memahami kebenaran karena muatan bukan karena orang, dan sadar bahwa kebenaran berhak untuk diikuti.

Kami menerbitkan risalah ini dengan judul “Risalah (Catatan Penting) untuk Para Pecinta Ahlu Bait)” di mana kami ambil isinya dari sumber-sumber Syiah terpercaya, karena pada dasarnya Syiah juga sama dengan manusia lain, ada yang berakal sehat dan berfikir positif, masih mencintai kebaikan dan senang dengannya, sehingga jika kebaikan itu ditawarkan kepadanya dengan ijin Allah dia akan bisa menerima. Meski tidak bisa menampik fakta bahwa mayoritasnya adalah para Fanatis dan pengikut ekstrim yang lebih mengedepankan hawa nafsu dari pada kebenaran, dia membekukan akal sehatnya demi perintah hawa nafsu untuk bertaklid buta kepada orang lain tanpa ada sedikit pun bashirah, ilmu dan dalil dari Allah Azza Wajalla.
Harapan kami pembaca dapat menerima risalah ini dengan lapang dada, akal terbuka, dan semata-mata mencari kebenaran. Karena kebenaran akan senantiasa mulia dan berharga di mana saja dan dari siapa saja.

Berikut ini kami sajikan kepada anda para pembaca catatan-catatan penting dan point-point inti risalah kami:

1. Syiah menganggap bahwa tidak ada hubungan yang terjalin antara keluarga Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dengan Para sahabat dan juga keluarga Quraisy lainnya selain dari pada hubungan permusuhan, kebencian dan konflik belaka. Pernyataan itu termuat dalam kitab-kitab mereka. Jika persepsi itu memang benar lalu apa inti di balik pemberian nama serta jalinan hubungan pernikahan antara keluarga Nabi dan sahabatnya dan orang-orang sesudah mereka.
Di antara contohnya adalah :

a. Ada di antara anak-cucu keturunan Ali Radhiyallahu yang diberi nama dengan nama Sahabat, terkhusus Abu Bakar, Umar, Utsman dan Thalhah Radhiyallahu Anhum. ada yang bernama Abu Bakar bin Ali ada pula yang bernama Abu Bakar bin Al Hasan As Syahid, mereka gugur bersama Al Husain Radhiyallahu Anhu [1].
kemudian Abu Bakar bin Al Hasan kedua bin Al Hasan cucu Rasulullah Radhiyallahu Anhu, dan Abu Bakar bin Musa Al Kazhim.
Adapun yang berjuluk dengan sebutan Abu Bakar di antaranya adalah Ali Zainal Abidin bin Al Husain As Syahid, dan Ali Ridha bin Musa Al Kazhim.
Kedua : Nama Umar, nama Umar banyak sekali dimiliki oleh keluarga Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, bahkan nama ini berlanjut hingga delapan belas generasi dari keturunan Al Hasan dan Al Husain.
Di antara anak cucu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yang bernama Umar adalah sebagai berikut : Umar Al Athraf bin Ali [2] , Umar bin Al Hasan, dia terbunuh bersama Al Husain As Syahid Radhiyallahu Anhu [3]. Umar bin Husain As Syahid, Umar Al Asyraf bin Ali Zainal Abidin, Umar (As Syajari) bin Ali Al Ashghar bin Umar Al Asyraf bin Zainal Abidin.
Kemudian nama Utsman, nama ini juga banyak dimiliki oleh Ahlu Bait Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, di antaranya :
Utsman bin Ali bin Abu Thalib, ibunya adalah ummul Banin Al Kilabiyah, dia terbunuh bersama saudaranya Al Husain As Syahid dalam peristiwa pembantaian. Lalu Utsman bin Yahya bin Sulaiman salah satu cucu Ali bin Al Husain Radhiyallahu Anhum ajma’ien (semoga Allah meridhai mereka semua).
Kemudian Nama Thalhah di Ahlu Bait Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : Thalhah bin Al Hasan cucu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, dan ibunya adalah Ummu Ishaq binti Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu Anhu [4]. , lalu Thalhah bin Al Hasan ketiga bin Al Hasan kedua bin Al Hasan cucu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Kemudian nama Aisyah juga ada di Ahlul Bait, di antara keluarga Ali Radhiyallahu Anhu yang bernama Aisyah adalah : Aisyah binti Al Imam Ja’far bin Musa Al Kazhim, Aisyah binti Ali Ar Ridha, Aisyah binti Ali Al Hadi, Aisyah binti Muhammad bin Al Hasan bin Ja’far bin Al Hasan kedua.
Bukankah mereka adalah Ahlul Bait yang harus menjadi teladan kaum Syiah di semua lini? Namun apakah kenyataannya Syiah mengikuti mereka saat memberi nama anak laki-laki dan perempuannya? Apakah orang syiah berani memberi nama anak lelakinya Abu Bakar, atau Umar atau Utsman, dan beranikah dia memberi nama anak perempuannya Aisyah?.

b. Pertalian hubungan pernikahan dan nasab antara Ahlul bait dengan Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum terutama dengan keluarga Abu Bakar, keluarga Al Khatthab dan keluarga Az Zubair banyak sekali disebutkan dalam sumber-sumber utama Syiah.
a. Ummu Kaltsum binti Ali Radhiyallahu Anhu menikah dengan Umar bin Al Khatthab Radhiyallahu Anhu [5].
Sesungguhnya Ali Radhiyallahu menikahkan anak perempuannya dengan Umar Radhiyallahu tidak Cuma mengindikasikan bagaimana eratnya hubungan kasih sayang keduanya, akan tetapi juga menunjukkan bahwa Ali melihat Umar bin Al Khatthab adalah sosok lelaki tepat yang berhak untuk menjadi suami dari cucu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Hal ini tentu berbeda dengan keyakinan Syiah tentang diri Umar Radhiyallahu Anhu.
Renungkanlah firman Allah Ta’ala
وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“erempuan yang baik untuk lelaki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula”[An Nur : 26]
b. Fatimah binti Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu menikah dengan Al Mundzir bin Ubaidah bin Az Zubair Radhiyallahu Anhu.
c. Sakinah binti Al Husain As Syahid menikah dengan Mush’ab bin Az Zubair.
d. Ruqayyah binti Al Husain Radhiyallahu Anhu menikah dengan Amru bin Az Zubair.
e. Fatimah binti Al Husain As Syahid menikah dengan Abdullah bin Amru bin Utsman bin Affan.
f. Ummul Hasan binti Al Hasan cucu Nabi Radhiyallahu Anhu menikah dengan Abdullah bin Az Zubair.
g. Malikah binti Al Hasan kedua menikah dengan Jakfar bin Mush’ab bin Az Zubair.
h. Al Hasan bin Ali menikah dengan Hafshah binti Abdur Rahman bin Abu Bakar Radhiyallahu Anhum Ajma’iin.
i. Al Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhu menikah dengan Ummu Ishaq binti Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu Anhu, kemudian ketika Al Hasan telah meninggal dunia dia berwasiat kepada saudaranya Al Husain As Syahid agar menikahi Ummu Ishaq setelahnya, hingga kemudian Al Husain menikahinya dan lahirlah Fathimah.
j. Muhammad Al Baqir menikah dengah dengan Ummu Farwah binti Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, hingga lahirlah Al Imam Ja’far As Shadiq [6].

2. Kita temukan kaum Syiah bertaqarrub kepada Allah dengan cara mencela sahabat-sahabat terkemuka Nabi Radhiyallahu Anhum, terutama tiga Khulafa` Ar Rasyidun; Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu Anhum. Sementara tidak kita temukan seorang sunni yang mencela satu pun dari Ahli Bait! Bahkan mereka bertaqarrub kepada Allah dengan mecintai Ahlu bait, dan hal tersebut tidak bisa diingkari atau bahkan didustakan oleh kaum Syiah sendiri.

3. Sumber-sumber Syiah menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menginformasikan pada Ahlu Baitnya tentang gangguan-gangguan yang akan mereka hadapi, karena Allah telah memberitahunya tentang semua yang akan terjadi setelahnya hingga hari kiamat. Namun di sisi lain Syiah menyebutkan dalam kitab-kitab muktabarnya tentang argumentasi mereka menfonis murtad sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum dengan hadits Al Haudh :

إِنَّكَ لَا تَدْرِيْ مَا أَحْدَثُوْا بَعْدَكَ، إِنَّهُمْ لَمْ يَزَالُوْا مُرْتَدِّيْنَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ

“Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sesudahmu, mereka masih saja murtad berbalik ke belakang.”[7] Bukankah hadits ini adalah dalil dan bukti jelas bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengetahui segala yang terjadi sesudahnya?. Oleh karena itu Jika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri tidak mengetahui ilmu ghaib apalagi selain beliau? Tentu lebih tidak tahu.

4. Keuntungan pribadi apa yang diperoleh Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma dari tampilnya mereka sebagai khalifah? Keduanya bahkan tidak membangun istana, tidak mewarisi harta, dan tidak pula menyerahkan khilafah sesudahnya kepada anak keturunan, justru Umar menyerahkan urusan Khilafah kepada enam dewan Syuro dari sahabat terkemuka, dan beliau juga berwashiat untuk tidak pernah menyerahkan khilafah kepada anak keturunan Al Khatthab selamanya.

5. Umar Radhiyallahu Anhu menunjuk enam orang sebagai dewan Syuro sesudah dia meninggal, kemudian tiga di antaranya mengundurkan diri, lalu Abdrurrahman bin Auf juga ikut mengundurkan diri, hingga tersisa Utsman dan Ali Radhiyallahu Anhuma. dari sini kenapa Ali tidak menyebutkan dari awal bahwa dia telah diberi wasiat untuk tampil sebagai khalifah, apakah dia takut pada seseorang sepeninggal Umar?!

6. Syiah tidak bisa mengingkari bahwa Abu Bakar dan Umar telah berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di bawah pohon Ar Ridhwan. Dan Allah telah merekomendasikan ridha-Nya terhadap mereka yang berbaiat karena Dia Maha mengetahui luar dalam mereka.
Sebagaimna yang termaktub dalam firman-Nya :
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberikan balasan kemenangan yang dekat.” [Al Fath : 18]
Apakah layak Syiah sekarang ini mengkufuri berita Allah dalam ayat tersebut, dan justru berpendapat lain? Seakan-akan mereka berpendapat : “Wahai Rabb Engkau tidak mengetahui tentang mereka seperti yang kami ketahui.”

7. Shalat adalah praktek rukun islam yang paling agung, lalu kenapa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mempersilahkan Abu Bakar untuk mewakilinya sebagai imam shalat ketika beliau sedang sakit, padahal Ali juga ada? Kenapa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam lebih mengedepankan Abu Bakar sebagai imam shalat dari pada Ali padahal menurut keyakinan Syiah Ali adalah penerima wasiat khilafah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam? Dan jika Abu Bakar maju karena keinginannya sendiri, lalu kenapa Ali tidak mengingkari dan menyuruhnya mundur kemudian dia sendiri yang maju sebagai imam shalat dengan alasan bahwa dia adalah khalifah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan penerima mandate wasiat beliau?.

8. Setelah Wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tampuk khilafah dipegang oleh Abu Bakar kemudian Umar, kemudian Utsman Radhiyallahu Anhum. Dan Syiah menganggap mereka sesat, zhalim dan kafir, karena telah merampas hak Ahlul bait. Namun faktanya Ali, Ammar, Salman dan Al Miqdad Radhiyallahu Anhum shalat di belakang mereka atau tidak? Apakah sah menurut Syiah shalat di belakang orang fasiq, apalagi di belakang an nashib (para penentang, lawan dan musuh Syiah yang dianggap jahat oleh mereka) atau kafir?

9. Penaklukan islam di masa Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu Anhum begitu luar biasa, di bahwah komando mereka Negara-negara adidaya telah mereka taklukan seperti Persia, Syam, Baitul Maqdis, Mesir, Afrika, hingga Negri sindi dan lain sebagainya,
Pertanyaannya : Apakah semua jasa dan kiprah besar mereka dalam islam dianggap sebagai kemenangan besar dari Allah Ta’ala atau tidak?
Dan apakah orang yang memiliki peran sebesar itu semasa menjabat khalifah, dianggap sebagai orang yang paling rusak dan zhalim?
Lalu bagaimana dengan tentara yang di bawah komando mereka?
Tidak terbantahkan lagi bahwa saat menjabat khalifah mereka adalah pemimpin yang memiliki kekuatan militer yang solid dengan pasukan yang selalu gigih berjuang di medan tempur dan patuh terhadap komando pemimpinnya. Dan Syiah tidak boleh lupa bahwa dalam serombangan pasukan itu yang telah menaklukan berbagai macam negri adalah Ali, Al Hasan dan Al Husain, Salman, Abu Dzar dan Ammar semoga Allah meridhai mereka semua, jika demikian lalu hukum apa yang pantas diberikan kepada pilar islam ini?.

10. Kitab-kitab muktabar Syiah sepakat bahwa hubungan yang terjalin antara Ali dengan Umar Radhiyallahu Anhuma adalah hubungan kebencian dan permusuhan. Namun fakta yang kita temukan Umar memerintahkan Ali untuk menggantikannya memegang tugas khilafah sementara, tatkala dia berangkat sendiri untuk misi penaklukan Baitul Maqdis, dan seandainya Umar terbunuh secara otomatis Ali menjadi Khalifah, apakah sikap Umar tersebut mengindikasikan bahwa dia membenci dan memusuhi Ali? Dan apakah sikap Ali yang menerima mandate sementara khilafah dari Umar mengindikasikan bahwa Umar telah mendzhaliminya?
Apakah sikap masing-masing tidak bisa dipahami bahwa mereka adalah insan yang saling mencintai satu sama lain, dan Ali adalah sebagai juru nasehat Umar Radhiyallahu Anhuma dan juga dewan mentrinya. Sedangkan Umar bagi Ali adalah Khalifah yang diridhai dan diberi petunjuk oleh Allah Azza Wajalla.

11. Allah Ta’ala berfirman :
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Jika kalian tidak menolongnya sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah) sedangkan dia salah satu dari kedua orang ketika keduanya berada di dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, “Jangan engkau bersedih sesungguhnya Allah bersama kita.”[At Taubah : 40]
dalam ayat ini tercatat peristiwa besar islam yaitu hijrah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dari Makkah ke Madinah dan tampil untuk menemai beliau sahabat mulia Abu Bakar As Shiddiiq Radhiyallahu Anhu.
Pertanyaannya : Apakah mungkin Allah Ta’ala memilih untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam dalam peristiwa sebesar ini orang yang tidak memiliki kapabelitas sama sekali? Apakah Rasululullah Shallallahu Alaihi Wasallam seorang yang lemah dan tidak mampu untuk mendapatkan satu orang saja dari sahabatnya untuk menemani beliau,yang lebih baik dari pada orang yang dianggap oleh kalangan Syiah sebagai sosok fasiq dan dzhalim?
Ataukah sebaliknya bahwa Allah memang benar-benar telah memilih untuk perjalanan besar manemani Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam ini seseorang yang nyata kapabelitasnya? Dan pilihan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepadanya berdasarkan pengetahuan beliau bahwa Abu Bakar adalah sosok tepat untuk menemani perjalanan penting ini.
Kemudian jika Abu Bakar adalah orang fasiq dan dzhalim sebagaimana yang diyakini oleh Syiah maka bagaimana mungkin Allah Azza Wajalla menggabungkannya bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam konteks ayat :
إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Sesungguhnya Allah bersama kita.”
Kalaulah anggapan Syiah tentang Abu Bakar itu benar tentu seharusnya konteks dalam firman Allah tersebut berbunyi :
إِنَّ اللَّهَ مَعِيْ
“Sesungguhnya Allah bersamaku.”

12. Syiah meriwayatkan dari al imam Ja’far As Shadiq pendiri madzhab Ja’fari menurut keyakinan mereka, bahwa dia pernah dengan bangga berkata :

أَوْلَدَنِيْ أَبُوْ بَكْرٍ مَرَّتَيْنِ
“Abu terlahir dari Abu Bakar dua kali.” [8]
Maksudnya nasab beliau sampai kepada Abu bakar dari dua jalur :
Pertama : dari jalur ibunya Fatimah binti Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.
Kedua : dari jalur nenek dari ibunya, Asma` binti Abdurrahman bin Abu Bakar, yaitu ibu Fatimah binti Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.
Namun kita temukan juga Syiah meriwayatkan riwayat-riwayat dusta dari Ja’far As Shadiq yang mencela Abu Bakar Radhiyallahu Anhu.
Pertanyaannya : Bagaimana mungkin imam Jakfar As Shadiq berbangga dengan kakeknya Abu Bakar. Sedangkan di sisi lain beliau mencelanya? Omongan semacam ini tidak mungkin keluar kecuali dari lisan orang biasa yang bodoh, bukan seorang imam besar yang dianggap oleh Syiah sebagai tokoh paling faqih dan bertaqwa di masanya.
Dan semua orang Syiah memilih bungkam tidak memuji dan tidak mencela sama sekali, ketika ada sumber mereka meriwayatkan dari Ja’far As Shadiq bahwasanya beliau berkata kepada istrinya ketika bertanya tentang Abu Bakar dan Umar : “Bolehkah aku berloyalitas pada keduanya?.” Jakfar berkata : berikan loyalitasmu untuk mereka.” Istrinya berkata : “Kalau begitu aku akan berkata kepada Rabbku saat bertemu dengan-Nya bahwasanya anda telah memerintahkanku untuk berloyalitas pada mereka?!. Jakfar berkata: “Iya.” [9].
Dan diriwayatkan pula dari sebagian sumber Syiah bahwasanya ada salah seorang sahabat Al Baqir yang keheranan ketika mendengar beliau mensifati Abu Bakar dengan sebutan “As Shiddieq”, orang tersebut berkata : “Apakah anda mensifatinya seperti itu?! Al Baqir berkata : tentu! As Shiddiiq, maka barang siapa yang tidak mengucapkan As Shiddiiq untuknya sungguh Allah tidak akan percaya pada perkataannya kelak di Akhirat [10].
Selanjutnya bagaimana sikap Syiah sekarang kepada Abu Bakar As Shiddiiq Radhiyallahu Anhu?.

13. Jikalau ada orang kafir dimakamkan di pengkuburan umum kaum muslimin maka wajib bagi mereka untuk membongkar kuburannya dan mengeluarkan jasadnya untuk dimakamkan di selain pengkuburan muslimin.
Menurut Doktrin keyakinan Syiah bahwa Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma adalah kafir dan dzhalim, namun kenyataannya kenapa Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu tidak pernah membongkar kuburan mereka berdua demi membersihkan kuburan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dari najisnya, jika memang doktrin Syiah adalah benar? Lalu apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam begitu rendah di sisi Rabbnya hingga Allah menjadikan kuburan beliau di sekeliling kuburan dua orang yang dianggap oleh Syiah kafir dan dzhalim?.

14. Kesuksesan pendidik dan pemimpin dalam mengkader anak didiknya adalah bukti kehandalan dan kepiawaiannya dalam dunia pengkaderan dan pendidikan. Lalu apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dinilai minus dalam bidang ini? Jika ada anggapan bahwa mayoritas orang yang langsung berada dalam binaan dan bimbingan beliau telah menyeleweng dari prinsip-prinsip yang telah beliau ajarkan?
Semua sadar bahwa setiap Nabi pasti disertai oleh orang-orang pilihan dan terbaik dari umat di masanya, akan tetapi apakah ada anggapan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebaik-baik Nabi dan makhluk Allah tidak mendapatkan keistimewaan itu, karena mayoritas sahabatnya adalah orang-orang yang berkarakter buruk kecuali hanya sebagian kecil dari mereka? Relakah seorang muslim yang berakal menerima cela dan kekurangan ini terdapat pada diri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam?

15. Sebagaimana yang tersinyalir dalam sumber-sumber Syiah bahwa kehidupan social para Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum adalah kehidupan yang diliputi oleh nuansa permusuhan dan pertarungan.
Namun di tempat yang berbeda Al Qur`an Al Kariem menyebutkan pada kita hal yang berbeda dengan informasi itu.
Allah berfirman :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
Muhammad adalah Rasul Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesame mereka.” [Al Fath : 29]
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika kalian (di masa jahiliyyah) dahulu bermusuhan lalu Allah mempersatukan hati kalian. Sehingga dengan karunia-Nya kalian menjadi bersaudara.”[Ali Imran : 103]
فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ . وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Maka sesungguhnya Allah cukup (menjadi pelindung) bagimu, Dialah Dzat yang menguatkanmu dengan pertolongan-Nya dan dengan dukungan orang-orang mukmin, dan Dia Dia Allah mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua kekayaan yang ada di bumi niscaya kamu tidak akan dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka, sesungguhnya Dia Maha perkasa lagi Maha bijaksana”. [Al Anfal : 62-63]
Lalu siapa yang harus kita percaya, kitab-kitab dan sumber-sumber Syiah, atau Al Qur`an Al Kariim? Dan jika memang benar kondisi social Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum seperti yang digambarkan oleh kitab-kitab Syiah, maka bagaimana mungkin dien (agama) ini sampai kepada generasi-generasi berikutnya? Kalau begitu dien ini menyebar melalui tangan-tangan siapa? Dan siapa pula yang berperan menaklukan berbagai negri dan menyebarluaskan dienul islam di dalamnya?

16. Menurut keyakinan Syiah mayoritas Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum dihukumi murtad dan fasiq. Jika memang demikian lalu untuk siapa ayat-ayat pujian dan sanjungan berikut ini turun?
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada Allah, Allah menyediakan kepada mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, itulah kemenangan yang agung.”[At Taubah : 100]
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberikan balasan kemenangan yang dekat.” [Al Fath : 18]
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang sesama mereka, kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya kemudian tunas itu semakin kuar, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin) Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.”[11] [Al Fath : 29]
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah sebaik umat yang dilahirkan untuk manusia, kalian memerintahkan kemakrufan, melarang kemungkaran dan beriman kepada Allah.” [Ali Imran : 110]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al Qur`an yang memuji mereka apalagi hadits-hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tentangnya?. Lalu kepada siapa kita harus percaya, sumber-sumber Syiah yang mencela Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam atau ayat-ayat dalam Kitabullah Azza Wajalla?.

17. Allah Ta’ala berfirman
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ . وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ .
“(harta rampasan) untuk orang-orang kafir yang berhijrah, yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan demi menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang Anshar yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); mereka mengutamanakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukannya. Dan siapa yang dijaga dirinya dari sifat kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar, mereka berdoa, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, ya Rabb kami, sungguh Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” [Al Hasyr : 8-10]
Dalam ayat ini Allah Azza Wajalla mengklasifikasikan kaum muslimin dalam tiga kelompok saja tidak lebih.
Kelompok pertama adalah : Para Sahabat Muhajirin, dan mereka telah wafat.
Kelompok kedua adalah : Para Sahabat Anshar dan mereka juga telah wafat.
Dan kelompok ketiga adalah Al Mustaghfiriina Lahum yaitu kelompok pengikut mereka yang senantiasa memohonkan ampun untuknya dan mereka selalu ada hingga hari kiamat.
Lalu Syiah memposisikan diri mereka di mana dari tiga kelompok yang tersebut di atas, karena tidak mungkin masuk mereka dalam katagori sahabat Muhajirin dan tidak pula Anshar, selain itu mereka juga tidak mau menjadi bagian dari orang-orang yang senantiasa memohonkan ampun untuk sahabat Muhajirin dan Anshar?

18. Syiah menetapkan keimanan Sahabat semasa hidupnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, akan tetapi mereka menganggapnya murtad sepenigal beliau Shallallahu Alaihi Wasallam.
Alangkah mengherankan! bagaimana mungkin para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sepakat untuk murtad setelah beliau meninggal? Kenapa? Sangat sulit dibayangkan mereka yang membantu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam kondisi yang penuh dengan cobaan, kesulitan dan kesusahan, dan mereka juga rela mengorbankan nyawa dan sesuatu yang paling berharga dari harta mereka, hingga di antara mereka banyak yang terbunuh di dalamnya, kemudian setelah berjalannya waktu tanpa ada angin dan hujan tiba-tiba mereka murtad sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.?!
Atau menurut Syiah kekafiran para sahabat ini hanya semata-mata disebabkan oleh sikap mereka yang berloyalitas terhadap Abu Bakar Radhiyallahu Anhum dan mengangkatnya sebagai Khalifah?.
Kalau memang benar karena itu timbul beberapa pertanyaan :
Kenapa para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sepakat untuk berbaiat kepada Abu Bakar, apa yang mereka takuti dari Abu Bakar?
Apakah Abu Bakar adalah seorang yang sangat berkuasa dan dictator hingga kemudian memaksa mereka untuk berbaiat kepadanya suka atau tidak?
Kemudian bukankah Abu Bakar hanya seorang yang berasal dari Bani Taim, warga minoritas di kalangan suku Quraisy yang berjumlah sedikit dibanding dengan jumlah suku Quraisy dari Bani Hasyim, Bani Abdu Ad Dar dan Bani Makhzum.
Bila Abu Bakar tidak mampu memaksa para Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk berbaiat kepadanya, lalu kenapa para sahabat Ridhwanullahi Alaihim rela berkorban dengan jihad, iman, bantuan jasa, perjuangan, dunia dan akhirat mereka untuk wewenang (kedudukan) selainnya dan dia adalah Abu Bakar Radhiyallahu Anhu?

19. Faktor apa yang membuat kaum Anshar ikut serta membaiat Abu Bakar, padahal telah diberitahukan kepada mereka bahwa jabatan khilafah adalah milik keturunan Quraisy, dan kaum Anshar tidak memiliki bagian dalam hal itu?

20. Para ulama Syiah Itsna Asyariyah banyak sekali menyebutkan bahwa kaum Anshar memiliki hubungan kecintaan yang erat dengan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhum, hingga diceritakan oleh mereka bahwa banyak dari sahabat Anshar yang berada di pihak Ali pada peristiwa Shiffin.
Jika berita tersebut benar lalu kenapa mereka tidak menyerahkan khilafah kepada Ali akan tetapi justru kepada Abu Bakar? Sama sekali tidak ditemukan jawaban memuaskan yang menghibur dan mengobati kekecewaan.
Oleh karena itu kami menemukan kontradiksi kitab-kitab Syiah dalam hal ini di mana pada satu sisi mereka memuji para sahabat Anshar yang memihak Ali dalam peristiwa siffin, namun di sisi lain ditemukan juga dalam kitab-kitab itu sendiri mereka menghukumi para Sahabat Anshar sebagai orang-orang yang murtad pada peristiwa di Bani Tsaqifah.

21. Ketika Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma memegang khilafah, adakah di antara Syariat dien (agama) yang mereka sembunyikan? Apakah Ali Radhiyallahu pernah membeberkan bahwa ada Syariat yang mereka sembunyikan sejak menjabat sebagai khalifah?
Lalu perkara apasaja yang mereka ada-adakan semasa kekhilafahannya hingga kemudian dilebur oleh Ali Radhiyallahu Anhu sejak dia menjabat sebagai khalifah?

22. Jika Mua’awityah dianggap kafir dan zindiq sebagaimana yang telah disepakati oleh kitab-kitab muktabar Syiah, lalu kenapa Al Hasan Radhiyallahu Anhu mengundurkan diri untuknya! Bahkan dia mengabdikan dirinya sebagai rakyat yang patuh di bawah kuasanya!! Bukankah pengunduran diri Al Hasan Radhiyallahu Anhu dari jabatan khilafah untuk seorang kafir zindiq menurut Syiah, merupakan perbuatan yang dapat menciderai kemaksuman Al Hasan! Bahkan hal tersebut dapat dianggap sebagai tindak criminal terhadap hak umat dan rakyatnya yang telah diamanatkan oleh Allah kepadanya!!.
Sikap Al Hasan ini menunjukkan dua kemungkinan dan tidak ada selainnya, kemungkinan pertama adanya cacat pada diri Al Hasan karena dia telah menghianati amanat yang diembannya dan meninggalkan imamah. (dan kemungkinan ini tidak mungkin terjadi pada beliau, pent)
Kemungkinan kedua Al Hasan Radhiyallahu Anhu melihat Mu’awiyah memiliki keahlian dan kemampuan mengemban amanat khilafah sehingga beliau mengundurkan diri untuknya.

Komentar

Postingan Populer